Sang Kyai, Sosok Tegas yang Dirindukan Ummat

Tuesday, June 4, 20130 komentar


Film ini benar-benar membuat hati tergetar dan banyak meneteskan air mata haru. Air mata kebanggaan atas lahirnya seorang syaikh..

Salut untuk Sutradara Rako Prijanto beserta timnya yang sangat luar biasa !

Saya yang bukan dari kalangan Nahdiyin benar-benar dapat merasakan betapa mulianya hadratussyaikh, dan semakin memahami bagaimana tradisi mereka yang begitu menghormati guru. Secara cermat, Sutradara membangun cerita dengan memperkenalkan kemuliaan Sang Kyai di adegan pembuka.

Di adegan tersebut, salah seorang santri sempat menolak calon santri miskin yang ingin mendaftar, dan di situlah muncul sosok Hadratussyaikh KH HAsyim Asy'ari (Ikranegara). Kemunculannya penuh dengan kebersahajaan dan dengan senyum penuh kerendahatian, beliau menerima calon santri itu dengan tangan terbuka meski sudah dijelaskan mereka tak memiliki hasil bumi sebagai salah satu prasyarat untuk tinggal di pesantren Tebuireng.

Air mata ini tanpa terkontrol menetes tak kuasa menahan haru. Sang aktor, Ikranegara, benar-benar bermain sangat total. Ia mampu menampilkan "aura" kebesaran seorang tokoh ulama. Senyumannya dan perkataannya yang lembut benar-benar menggugah rasa dan membuat penonton ingin menapaki kemuliaan Sang Kyai di adegan-adegan berikutnya.

Dari setiap adegan yang dimunculkan, Ikranegara, benar-benar membuat kita terhanyut. Ia tak hanya saja menampilkan "aura" tersebut. Tapi lewat aktingnya ia mampu memperkenalkan sosok Hasyim Asy'ari yang lembut namun tegas. Hal itu tergambarkan saat Seorang Petinggi Tentara Jepang menangkapnya. Dengan santai ia berjalan memenuhi panggilan adzan membuat si tentara dan penerjemah heran.

"Kyai mau kemana ?" tanya Si Penerjemah

"Tuan Muslim ?"

"Iya"

"Apakah sebagai muslim hati anda tidak merasa terpanggil mendengar seruan adzan ? Mereka boleh memaksa saya untuk tunduk pada Tuhan mereka, tapi apakah mereka juga mau menghalagi saya untuk menyembah Tuhan saya ? Mereka boleh merajam saya setelah saya menunaikan sholat !"  Ujar Sang Kyai lembut namun sangat tegas yang pada akhirnya membuat si penerjemah bergabung di dalam barisan laskar Hisbullah.

Film ini membuat kita sedikit memahami fakta sejarah yang melatar belakangi pertempuran 10 Nopember. Secara detil waktu demi waktu disampaikan dengan penggambaran yang apik membuat kita terhanyut dan seakan-akan   tenggelam di masa-masa perjuangan itu.

Sepintas, saat di adegan pertempuran, saya seperti melihat adegan di dalam film Saving Private Ryan. Bukan dalam bentuk plagiatisme, tapi sebuah kreatifitas yang patut diacungkan jempol. Sutradara berhasil menampilkan sound effect serta special effect yang sangat baik. Kita dapat mendengar suara desingan peluru disertai melesatnya cahaya peluru yang mengarah pada sasaran. Ini baru film perang !!

Dari sisi casting pemain, saya menilai sangat baik, hanya saja ketika sutradara menampilkan sosok Bung Tomo, saya agak sedikit mengalami "gangguan" karena merasa sang aktor tidak mampu mengangkat kebesaran Bung Tomo. Apalagi ketika dikumandangkan pidatonya, suara sang aktor bahkan dalam intonasinya sangat jauh berbeda dengan suara asli Bung Tomo meski berusaha semaksimal mungkin digambarkan. Andaikan sutradara mengambil suara pidato Bung Tomo seperti yang pernah saya dengar di youtube, pasti akan semakin membuat film ini bergelora.

Ada satu hal lagi yang "mengganggu" saya, yaitu ketika adegan terbunuhnya Jenderal A.W.S Mallaby. Kebetulan saya pernah membaca dan ingat betul pelajaran sejarah ketika di sekolah. Bahkan di dorong oleh rasa penasaran saya mencoba untuk "googling", bagaimana sebenarnya proses kematian Sang Jenderal.

kematian Jenderal Mallaby dianggap misterius, benar ada fakta sebelum mobilnya meledak oleh granat tangan, ada seseorang yang menembaknya. Tapi di film ini, kita diyakinkan bahwa pelakunya adalah Harun (adipati Dolken), santri kesayangan Hadratussyaikh. Di film ini sudah dibangun "planting information" bagaimana Harun memiliki motif "balas dendam" kepada penjajah. Di adegan awal ia digambarkan sempat dikejar-kejar tentara Jepang dan harus membawa pulang jenazah sahabatnya. Disinilah informasi itu dibangun, Harun sangat menyesal karena merasa sebagai seorang pengecut. Tapi benarkah Harun yang menembak Jenderal Mallaby ?

Diluar itu semua, saya merasa film ini sangat layak untuk ditonton. Dari sisi pesan moral, karakteristik tokoh, akting pemain, sinematografi, special effect, semua terlihat begitu sempurna. Benar-benar saya dibikin terhanyut, dan semoga anda pun demikian. Untuk membuktikannya, silahkan ajak semua orang untuk menonton film ini yang bukan saja filmnya orang NU, tapi merupakan film bangsa Indonesia yang patut dibanggakan.

Dan terselip sedikit harapan di dada saya, seperti ucapan Hadratussyaikh di awal-awal adegan, "Seandainya Ummat ini mau bersatu, maka penjajahan tak akan pernah ada !"

Selamat menyaksikan di bioskop kesayangan anda !

Sinopsis By 
Dimas Jayadinekat
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Alifikom - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger