Kita Harus Membentuk Pemimpin, bukan “Menunggu”

Saturday, April 13, 20130 komentar

Judul diatas sebenarnya adalah kewajiban bagi setiap pergerakan. Entah itu pergerakan yang mengarah ke negatif ataupun positif tergantung dari perspektif masing-masing individu. Ibarat tumbuhan pemimpin adalah buah dari kader-kader unggulan yang terpilih. Maka demi eksistensinya tumbuhan tersebut haruslah meregenarasi atau menumbuhkan tunas baru seiring berjalannya waktu. Tumbuhan pun menyadari akan pentingnya proses regenerasi dalam diri agar jenisnya tetap lestari di muka bumi, begitupun dengan kehidupan organisasi umum khususnya organisasi dakwah.

Organisasi dakwah merupakan organisasi yang memiliki penguat yang berbeda di banding dengan organisasi yang ada. Elemen penguat itu adalah nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dari setiap anggota yang bernaung dalam payung organisasi tersebut. Elemen itu dapat diisi ulang dengan intensitas ibadah anggota ataupun kader. Dikarenakan penguatnya adalah iman dan taqwa ,tak jarang cobaan silih berganti menghadang mereka. Hanya sebagian orang yang akan menyandang status sebagai orang pilihan yang akan mampu bertahan menjadi sosok yang terpilih dan lulus seleksi atas konsekuensi iman yang mereka tempuh.
Hebatnya diantara orang-orang pilihan tersebut, masih akan ada penyeleksian kembali untuk disahkan menjadi seorang yang memegang tanggung jawab dan amanah yang berat. Amanah tersebut tak lain adalah menjadi seorang pemimpin. Seseorang yang berkewajiban menentukan arah, mengatur kondisi, dan menghasilkan karya nyata dari implementasi apa yang ia pelajari selama ini.

Sebelum membahas pentingnya menciptakan kader yang berkarakter pemimpin mari kita samakan presepsi tentang kepemimpinan. Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah swt, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani umat.
Diantaranya akan saya jelaskan beberapa Kriteria pemimpin:
Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan).

Di dalam Al-Quran juga dijumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat dalam surat As-Sajdah (32): 24 dan Al-Anbiyaâ (21): 73. Sifat-sifat dimaksud adalah: (1). Kesabaran dan ketabahan. “Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah”. Lihat Q. S. As-Sajdah (32): 24. Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran) tersebut. (2). Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah swt. Lihat Q. S. Al-Anbiyaâ (21): 73, “Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami”. Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak sekedar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi kemudian mensosialisasikannya di tengah masyarakat. Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya. (3). Telah membudaya pada diri mereka kebajikan. Lihat Q. S. Al-Anbiya’ (21): 73, “Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat”. Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam dada mereka.

Sifat-sifat pokok seorang pemimpin tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Al-Mubarak seperti dikutip Hafidhuddin (2002), yakni ada empat syarat untuk menjadi pemimpin: Pertama, memiliki aqidah yang benar (aqidah salimah). Kedua, memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas (`ilmun wasi`un). Ketiga, memiliki akhlak yang mulia (akhlaqulkarimah). Keempat, memiliki kecakapan manajerial dan administratif dalam mengatur urusan-urusan duniawi.
Dengan berbagai banyak kecakapan, keahlian yang dijelaskan seperti diatas memang tampaknya hanya sedikit atau mungkin tidak ada kader yang memiliki semua kemampuan tersebut. Maka dari itu penting bagi kita menyediakan suatu pendidikan khusus yang mengajarkan kepada mereka yang menjadi bekal ketika dalam menyiapkan calon pemimpin. Tidak cukup pembekalan yang hanya sifatnya ruhiyah dalam bentuk kajian-kajian saja. Pembekalan ini haruslah beriringan dengan pembekalan dasar keorganisasian.
Sebagai contoh, suatu ketika nanti ketika pemimpin tersebut dihadapkan dengan suatu persoalan suatu event, tantangan akademik, dan lainnya. Walaupun  kesusahan dan berjalan lambat ia akan mampu bertahan karena iman dan kecintaannya terhadap jalan ini. Namun tidak seorang pun didunia ini bahkan tiada seorang pun murobi (selain Rasul SAW) yang mengetahui kadar batas iman seseorang sampai dimana. Suatu hal yang tidak mungkin suatu saat pemimpin dakwah tersebut akan kehilangan semangat, merasa sendiri, kegalauan hati, dan lainnya. Klimaksnya adalah berkurangnya kontribusi, hingga mundurnya ia dari shaf dakwah.

Pembekalan ruhaniyah itu penting, dan pembekalan keorganisasian itu wajib. Akan lebih hebat jika ada seorang pemimpin yang memiliki kerohanian yang bagus di iringi kemampuan organisasi yang mumpuni. Sehingga ia memiliki senjata untuk menerjang cobaan yang menghalau, ia memiliki tameng untuk menangkis serangan futur, dan lainnya.
Karena pada intinya adalah seorang pemimpin tidaklah dilahirkan, akan tetapi di bentuk. Jika kita berpandangan setiap 100 tahun akan lahir seorang pembaharu islam, lalu apakah 99 tahun menunggu kita akan terlena dalam kemunduran?
Tentang Penulis:
Penulis
Nama lengkapnya adalah Ridho Azlam Ambo Asse. Seorang mahasiswa Jurusan Broadcasting (penyiaran TV) Universitas Mercu Buana Jakarta. Pemimpin umum Lembaga Dakwah Fakultas Ilmu Komunikasi Ta’lim Alif 2012-2013.
Kutipan : “Kalau KH. Ahmad Dahlan di sapa Sang Pencerah , Gue sang Inovatif”
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Alifikom - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger